Cara Menjadi Kaya

By: Irene Erlin Tjahjadi

Edited by: DMW

Semarang, WadahTemu–Khusus untuk Wadah Temu, saya sengaja membuat judul seperti di atas untuk memancing pembaca mengklik artikel ini. Istilahnya “clickbait” di Jurnalisme. Kenapa harus dipancing? Karena, kalau menggunakan judul standar-standar saja semacam: “Cara Berinvestasi, Cara Usaha yang Aman, dan sebagainya sudah banyak yang membahas dan jelas kurang menarik. Tapi kalau orang membaca: Cara Menjadi Kaya, pasti langsung penasaran 😀

Makanya jangan heran, ya, kalau berita-berita di internet selalu menggunakan judul yang bombastis – yang antara judul dengan isinya bisa berbeda jauh. Artikel ini mudah-mudahan tidak sekedar “clickbait” atau umpan pancing, tapi bisa berguna untuk yang membaca. Pertama, perlu saya jelaskan, istilah “kaya” itu sangat relatif, sama seperti istilah “cantik” atau “bagus”. Bagi satu orang dengan lainnya, derajat kekayaan itu sangat subjektif. Ada orang yang sudah memiliki kapal pesiar, rumah berunit-unit, masih belum merasa kaya karena kiblatnya Elon Musk, orang terkaya di dunia yang kekayaannya susah dibayangkan oleh manusia biasa macam kita-kita 😀. Tapi, ada orang yang hanya punya rumah sederhana, kerja rutin biasa, sudah merasa “kaya”. Seperti istilah cantik atau indah, jelas ada standar dasar apa yang disebut “kaya”. Tidak mungkin orang yang belum mampu memenuhi kebutuhan hidup dasar seperti sandang, pangan, papan sudah merasa kaya. 

Sebenarnya pertanyaan “Bagaimana Supaya Cepat Kaya?” ini adalah pertanyaan yang sering sekali saya dengar bahkan dari anak-anak saya sendiri. Waktu mereka lulus kuliah dan sedang berjuang mencari kerja, mencari kesempatan, yang paling utama mereka pikirkan adalah: bagaimana mendapat uang yang cepat, bagaimana supaya cepat kaya. Saya pun dulu juga berpikir begitu, mungkin sebagian besar orang pasti pernah atau masih berpikir seperti ini. Salahkah? Jelas tidak. 

Di sini saya mau membagikan sedikit pengalaman hidup yang sering saya ceritakan kepada anak-anak saya juga. Kalau belum berguna sekarang, mungkin berguna di kemudian hari. Seringkali cerita atau pengalaman orang lain yang kita dengar atau baca, tidak langsung bisa diaplikasikan kepada hidup kita saat itu juga. Namun, pada kesempatan tertentu, seringkali pengalaman tersebut bisa menjadi ilmu yang berharga. Jadi saya baru membaca blog nya Jesse Choi. Yang belum tau siapa Jesse Choi, ini Oppa yang lagi hangat diberitakan di mana-mana karena pernikahannya dengan bintang top Indonesia: Maudy Ayunda. Seperti orang-orang lain, saya juga penasaran, siapa sih Jesse Choi ini, kok bisa ya berhasil menggaet Maudy Ayunda. Nah, sampailah saya kepada blog yang dia tulis di medium.com (https://medium.com/@jessejchoi). Ada yang menarik yang saya baca dari tulisan dia, terutama tentang apa yang dia dapat selama dia belajar di Stanford (salah satu universitas ternama di US) dengan Maudy. Di salah satu poin yang dia tulis: 

It’s all about the people. As Julie Sweet, CEO of Accenture, shared with us in class, “at the end of the day, every business is a people business.” As Professor Peter Kelly shared with us, “working effectively with people trumps pretty much every other skill in the long term.”

https://medium.com/going-southeast/episode-5-key-takeaways-from-stanford-gsb-with-maudy-ayunda-1086fa5ef80

Dalam Bahasa Indonesia artinya: “Ini semua tentang manusia. Seperti yang Julie Sweet, CEO Accenture, bagikan kepada kami di kelas, “pada akhirnya, setiap bisnis adalah bisnis manusia.” Seperti yang dibagikan Profesor Peter Kelly kepada kami, “bekerja secara efektif dengan orang-orang mengalahkan hampir semua keterampilan lain dalam jangka panjang.”


Pada waktu kita mau mulai berusaha atau bekerja, pertanyaan paling utama yang harus kita pikirkan adalah: Bagaimana usaha atau pekerjaan ini bisa memberi manfaat bagi orang lain? Saya sering mendapat pertanyaan dari teman maupun karyawan: Bisnis apa yang menguntungkan saat ini? Jawaban saya: bisnis yang memberi manfaat untuk orang lain. Ini juga yang diajarkan profesor-profesor di Universitas. Karena hanya dengan memberi manfaat untuk orang lain, suatu usaha atau pekerjaan bisa “long lasting” atau panjang umurnya. Lalu bagaimana tau, mana yang bisa memberi manfaat? Seperti apa yang dimaksud memberi manfaat? Mertua saya, Pak Hidajat Purnama pernah bilang, kalau mau memberi manfaat untuk orang lain, mulailah dari orang-orang terdekat kalian. Tidak usah jauh-jauh ke rumah yatim piatu, ke badan sosial ini-itu. Liat sekeliling kalian: Pembantu, Supir, Tetangga, Lingkungan, Karyawan. Mereka orang terdekat dengan kita; mulailah dari mereka baru kita bisa membantu orang-orang lain yang lebih luas.

Saya dulu mempertanyakan, kenapa harus buka Pabrik sedemikian ribet dan investasi yang sedemikian besar. Dengan uang sedemikian besar, jika saya mau, saya bisa duduk di depan komputer, menginvestasikan uang itu di Pasar Mata Uang atau Saham dan hasilnya mungkin lebih cepat dan lebih besar daripada membuka Pabrik. Banyak teman saya memilih bisnis seperti ini. Tapi waktu Karyawan berkumpul, saya melihat ribuan Karyawan (ditambah keluarganya) yang bergantung dengan Pabrik ini membuat mata saya terbuka. Usaha yang kami jalankan ini memberi manfaat untuk begitu banyak orang dan nilainya jauh daripada sekedar angka di atas kertas. 

Nadiem Makarim, pendiri Gojek, bercerita bahwa ide membuat gojek awalnya karena dia sering menggunakan transportasi ojek. Dia melihat banyak tukang ojek menghabiskan waktu menunggu penumpang di pangkalan, lalu timbul ide membuat mereka lebih produktif dan mempunyai penghasilan lebih baik. Dia melihat ada masalah dan dia mencari solusi untuk masalah tersebut. Waktu saya memulai Skitchen Indonesia, bisnis yang sekarang dijalankan oleh anak-anak saya, saat itu saya melihat kesulitan mendapatkan cast iron alat masak yang berkualitas dan murah di Indonesia. Semua yang saya cari di toko online atau Google berasal dari Luar Negeri. Untuk mendapatkannya harus pre-order berhari-hari bahkan berminggu-minggu dan harganya juga tidak murah. Melihat animo para baker yang tinggi di Indonesia tapi keterbatasan alat masak cast iron yang murah dan ready stock, saya mulai berpikir untuk memproduksi alat masak cast iron sendiri. Awalnya tidak muluk-muluk, target saya hanya untuk memenuhi kebutuhan para baker di grup WhatsApp kami sendiri saja. Waktu penjualan perdana di Tokopedia, hanya dalam hitungan menit, semua stok yang saya tawarkan langsung terjual habis. Saat itu hanya 30 pcs barang yang saya jual di Tokopedia. Melihat animo yang besar tersebut dan peluang yang bagus, saya tawarkan kepada anak-anak untuk menjajaki peluang bisnis ini. Saya jelaskan kalau ada peluang dan kita punya kemampuan di sini, apakah mereka mau meneruskan atau tidak. Walaupun peluang ada dan kemampuan ada, jelas tidak mudah menjadikan peluang ini menjadi bisnis atau usaha yang menguntungkan jika tidak dilakukan dengan benar. Untuk itu perlu waktu dan tenaga yang saya tidak punya, sehingga saya menawarkan peluang ini ke anak-anak.

Contoh lain, teman anak saya lulusan universitas ternama di Inggris. Ide bisnis dia sederhana, menjual minuman yang lagi trend “boba” untuk kawasan pinggiran Jakarta (Bekasi, Kerawang, Depok). Kenapa malah targetnya kawasan pinggiran, bukankah di Jakarta malah demand (permintaan) jauh lebih tinggi? Sekali lagi, dia melihat masalah: penduduk kawasan pinggiran Jakarta juga tidak mau ketinggalan trend anak-anak muda sekarang, tapi jarak yang jauh dan harga yang mahal membuat mereka tidak mampu membeli boba-boba top yang sudah ada. Teman anak saya ini melihat problem tersebut dan melihat peluang di situ sehingga mulailah dia membuat konsep minuman trend ala dia sendiri. Semua karyawan nya adalah perempuan karena misinya bukan hanya berjual minuman tapi juga memberdayakan perempuan. Saat ini bisnis nya membuat dia masuk di Forbes 30 under 30 di Asia (daftar pengusaha atau individu yang dinilai sukses dibawah umur 30). (https://investor.id/business/204918/hi-cups-ramaikan-industri-kuliner-dengan-konsep-pemberdayaan-perempuan)

Ide untuk memulai usaha, melihat peluang dan mencari solusi masalah, menurut saya hanya 10% dari keberhasilan suatu usaha atau bisnis. Sisanya kerja keras dan sedikit “keberuntungan”. Tidak bisa dipungkiri, kadang keberuntungan atau nasib juga ada perannya. Disinilah peran doa dan iman. Kenapa hanya 10% nilai dari ide yang brilian? Karena segala usaha atau bisnis, yang brilian maupun yang “biasa-biasa” saja, pasti bisa berhasil jika ditunjang dengan kerja keras.

Seringkali kita melihat perusahaan-perusahaan besar atau bisnis yang sukses hanya cerita suksesnya saja, bukan cerita jatuh bangunnya dan kerja keras di belakangnya. Saya melihat sendiri bagaimana kerja keras banyak orang yang sekarang memiliki usaha yang sukses itu. Bagaimana pada awalnya mereka sendiri juga sempat bimbang, marah, pusing, merasa gagal, karena masalah yang bertubi-tubi di awal usaha. Seperti bisnis Hi Cups, teman anak saya yang diceritakan di atas, saya mengikuti benar waktu awal-awal dia panik pada saat karyawannya mendadak berhenti padahal stand tidak ada yang jaga, atau waktu kiriman gula terlambat datang padahal toko sudah harus buka. Dia frustasi cari karyawan yang berkualitas.

Saya juga menjadi saksi bagaimana kerasnya perjuangan teman saya yang lain yang sekarang mempunyai usaha restoran Lombok Idjo. Pada awal mula usahanya berdiri, tiap hari selesai jam 1.30 dini hari sementara jam 3 pagi sudah harus belanja ke pasar untuk persiapan esok hari. Banyak teman yang mencibir melihat dia menguleg sambel sendiri di dapur: “Buat apa usaha seperti itu sementara hasilnya cuma segitu?” Begitu pikiran mereka saat itu. Sekarang Lombok Idjo sudah mempunyai pabrik bumbu sendiri dan cabang berpuluh-puluh biji tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Di atas saya menyinggung masalah “keberuntungan” atau “nasib” terhadap faktor yang mempengaruhi suatu usaha atau pekerjaan. Kenapa? Karena setelah setengah abad umur saya, saya melihat ada faktor-faktor yang di luar kendali/kuasa kita sebagai manusia sebagaimanapun keras kita berusaha atau sebagaimanapun besar peluang usaha. Pada waktu booming perusahaan-perusahaan internet di awal 2000, saham-saham perusahaan dotcom seperti Amazon, Yahoo, dan Google naik berlipat-lipat. Tidak disangka di akhir 2000, bubble dotcom pecah dan nilai saham berjatuhan bahkan banyak yang gulung tikar. Demikian juga di akhir 2019, dunia entertainment, makanan dan minuman sedang tinggi-tingginya di Indonesia. Berbagai coffee shop, restoran memiliki pertumbuhan pesat di Indonesia. Tidak ada yang menyangka di 2020, Covid-19 menyerang seluruh dunia dan melumpuhkan bisnis turis, restoran dan berbagai bisnis lainnya. Inilah yang saya maksud faktor lain di luar kendali kita sebagai manusia.
Bisnis atau kerja apapun yang kita lakukan pasti ada masa di atas dan di bawah. Tidak ada jaminan kita akan selalu ada di atas.Jadikan kegagalan, kesulitan sewaktu kita di bawah, menjadi pelajaran untuk di kemudian hari. Pernyataan ini gampang ditulis dan dikatakan tapi tidak gampang dilakukan, easier said than done 😀. Saya yakin semua orang sukses pasti ada cerita kegagalan dan perjuangan mereka.

Sama seperti TSP, ada masa-masa berat di mana saya harus menghitung uang tiap hari meyakinkan besok uang masih ada untuk operasional pabrik. Masa was-was order tidak kunjung masuk dan harus meliburkan karyawan karena tidak ada order. Beberapa karyawan lama di TSP bisa menjadi saksi masa-masa sulit ini. Namun sesulit apapun, pesan Pak Hidajat selalu: Jangan menelantarkan Karyawan. Gaji kita bisa terlambat, tapi gaji karyawan, THR jangan pernah terlambat. Satu hari pun!

Ada tanggung jawab moral yang berat, untuk terus berjuang di masa-masa sulit bagi kami di TSP. Ada misi dan keyakinan yang kuat untuk memberdayakan kaum wanita di Hi Cups. Ada niat yang kuat untuk membantu para Tukang Ojek mendapatkan penghasilan dan hidup yang lebih baik di Gojek. Jika misi sekedar mencari uang, suatu bisnis atau usaha tidak akan bertahan lama. Uang adalah bonus nya, bukan tujuannya. Sama seperti belajar yang rajin, nilai yang baik adalah bonusnya, bukan tujuannya. Kalau sekedar mendapat nilai bagus, dengan menyontek juga bisa.

Dari tulisan panjang lebar di atas, bisa saya rangkum dalam dialog singkat berikut:


Q: Bisnis apa yang bagus?

A: Bisnis yang memberi manfaat untuk orang lain, bisnis yang memberikan solusi atas masalah yang ada.

Q: Dimana mencari ide untuk bisnis yang memberikan manfaat itu?

A: Mulailah dari lingkungan anda sehari-hari. Dari kegiatan keseharian anda atau keluarga, apa kesulitan, masalah yang anda, keluarga atau lingkungan yang dihadapi sehari-hari. Pikirkan solusinya, cara memperbaikinya, cara mempermudah, mempercepat, membuat lebih efisien. Suatu ide bisnis atau usaha tidak harus bombastis seperti membuat roket ala Elon Musk, tapi bisa ide sederhana seperti Gojek dari Nadiem Makarim.

Q: Saya mau berusaha, saya punya ide untuk usaha, tapi saya tidak pandai memasarkan barang dagangan saya (atau sebaliknya: saya bisa berjualan tapi saya tidak punya kemampuan membuat/memproduksi barang).

A: Tidak ada orang yang serba bisa, tiap orang punya kemampuan berbeda-beda. Carilah partner yang tepat. Steve Jobs perlu Wozniak, Nadiem perlu Andre, Pak Tjahjadi perlu Pak Hidajat 😄

Q: Apa poin-poin utama dalam memulai suatu usaha?

A: SWOT: Strength, Weakness, Opportunity, Threat (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman). Buatlah analisa dan riset mendalam terhadap ke 4 poin tersebut. Banyak membaca, banyak bertanya, banyak mendengar.

Q: Saya hanya pegawai, saya tidak mempunyai usaha sendiri, apakah saya termasuk orang yang tidak sukses?

A: Kesuksesan tidak dihitung dari uang yang dihasilkan, tapi dari manfaat yang diberikan. Jika anda adalah guru, jadilah guru yang terbaik, jika anda adalah supir, jadilah supir yang terbaik. Di manapun dan apapun yang anda kerjakan, jadilah versi terbaik dari diri anda. Ayah saya “hanya” pegawai perusahaan swasta, tidak punya usaha sendiri, tidak ada bisnis sendiri. Tapi di akhir hidupnya, bos nya, pemilik perusahaan pelayaran terbesar pada saat itu, menemani dia di samping ranjang rumah sakit berhari-hari. Ayah saya tidak mewariskan perusahaan besar atau bisnis yang sukses ke anak-anaknya. Tapi dia mewariskan sesuatu hal yang jauh lebih berharga: etos kerja dan kejujuran serta ilmu kepada anak-anaknya. Itulah modal yang kami gunakan dalam hidup kami dan yang akan kami wariskan juga ke anak-anak kami.

Akhir kata, tidak ada resep kilat untuk menjadi kaya atau menjadi sukses. Jika ada yang mengiming-imingi anda cara menjadi kaya dengan cepat, seperti influencer-influencer sesat atau perayu investasi bodong, tegaslah menolak dan yakinlah tidak ada cara singkat untun menjadi sukses. Tidak ada juga jaminan sekali anda sukses, anda akan “awet” sukses selamanya. Karena hidup itu seperti roda, kadang di bawah kadang di atas. Waktu kita di atas, kita harus tetap waspada, pada saat kita di bawah, kita harus tetap optimis. Terus belajar, buka pikiran kita dalam mendengar, membaca dan belajar. Jangan membandingkan kesuksesan/kegagalan kita dengan orang lain, tiap orang punya cerita sendiri. Bandingkan dengan versi diri kita sendiri di masa yang sudah lewat. Pastikan kita terus berkembang menjadi lebih baik dari versi diri kita sebelumnya. Hanya itu resepnya.
Semoga tulisan ini bisa memberi inspirasi. “Sukses adalah sebuah perjalanan, bukan sebuah tujuan,”

Semarang, 6 Juni 2022

-Irene Erlin Tjahjadi-

Share this article

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn
Ikuti berita seputar lomba dalam peringatan HUT RI ke 78 — Purnama Grup

Artikel Lain

Peluang Kerja

BERBAGI CERITA
Mari sebarkan semangat positif yang dapat menginspirasi yang lain.

One Response

  1. Kaya itu bukan cuma sekadar mengumpulkan harta benda semata.
    Kaya adalah rasa untuk merasa cukup dengan segala pemberian Allah
    Bekerja dengan baik, tulus & ikhlas, belajar berbagi, bermanfaat untuk orang lain dan selalu bersyukur.
    Insya Allah segala sesuatunya akan dicukupkan oleh Allah SWT

    Terima kasih sharingnya.
    Sebagai pengingat untuk kita semua……

    Salam superrr…